PENGARUH BUDAYA BARAT TERHADAP BUDAYA ISLAM DI INDONESIA
Oleh : A. Adaby Darban
I
MUQADIMAH
ISLAM – KEBUDAYAAN – DAN KEBUDAYAAN ISLAM
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ajaran Islam yang bersumber pada Al Qur’an adalah wahyu Allah yang diperuntukkan bagi umat manusia, sebagai pedoman hidupnya di dunia, agar selamat kehidupan di dunia dan akhiratnya. ( lihat: Al Qur’an: S. Al Baqoroh 2 dan 185 ). Adapun Kebudayaan adalah hasil atau produc dari cipta-rasa-karsa manusia dalam berinteraksi hidup di dunia ( lihat: Crober & Kluckohn, tentang 160 difinisi Kebudayaan ). Oleh karena itu, Kebudayaan merupakan ro’yun yang sangat membutuhkan tuntunan dari Allah Swt. sang pencipta manusia, agar kehidupan manusia itu selaras dan selamat, seperti yang dimaksudkan oleh sang pencipta manusia.
Adapun yang dimaksud dengan Kebudayaan Islam adalah apa yang dihasilkan dari segala kreativitas, kebijakan, dan aktivitas manusia yang di dalamnya mengamalkan, bernafaskan, dan dipengaruhi oleh ajaran Islam. Baik secara langsung atau tidak langsung, pada masyarakat Islam yang menjalankan ajaran Islam dengan baik dan benar, akan muncul Kebudayaan Islam. Sebagai contoh misalnya dalam bidang seni seperti : munculnya bentuk Kaligrafi dan Qiro’atul Qur’an ( Ayat Qur’annya Wahyu Allah, sedang Kaligrafi dan Qiro’ahnya merupakan seni budaya, kreasi dari manusia ). Selain itu sebagai contoh pula antara lain dalam kehidupan, misalnya membudayaan pengucapan “Assalamu’alaikum” dalam masyarakat; membudayakan Ijab-Qobul/Pernikahan bagi yang akan hidup berumahtangga; membudayakan etika Islami seperti penghormatan pada kedua orang tua, pada guru, pada yang lebih tua; adab bermusyawarah; cara makan dan minum; cara berpakaian; hubungan suami-isteri; etika jual-beli, dan masih banyak lagi. Dalam hal Kebudayaan, ajaran Islam dapat beradaptasi secara lentur dan ulet, artinya lentur dapat menyesuaikan dengan budaya local yang diperkaya dengan ajaran Islam, sedangkan ulet artinya selektif terhadap budaya local yang mengandung larangan dalam Islam (seperti: budaya yang ada kandungannya maksiyat – syirik –dlolim- yang diharamkan dalam Islam) semua itu akan dihindari atau “dibesut” bila akan bersentuhan dengan budaya Islam.
Dengan demikian jelas, bahwa Kebudayaan Islam adalah hasil- produc cipta-rasa-dan karsa manusia yang didalamnya mengandung ajaran Islam, dan juga di dalamnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Munculnya budaya Islam merupakan pengejawantahan dari sifat Rahmat lil alamien dari ajaran Islam, yang akan mensejahterakan lahir-bathin kehidupan umat manusia.
II
PROSES PEMBUDAYAAN ISLAM DI INDONESIA
Masuk dan perkembangan awal Islam di Indonesia yang melalui jalan dagang dengan damai, kemudian diteruskan lebih banyak dengan pendekatan budaya. Dakwah atau penyebaran Islam melalui budaya ini rupanya merupakan kebijakan yang sangat cerdas pada zamannya. Sebagai contoh, strategi dakwah para ulama melalui budaya ini antara lain, sebuah naskah peninggalan Sunan Bonang, yang berisi semacam notilen hasil keputusan musyawarah, yang isinya antara lain :
“ Ngenani anane somowono kiprah mekare tsaqofah Hindu ing Nusasalaladane,
kewajibane para wali arep alaku tut-wuri-hangiseni, darapon supoyo sanak –
kadang Hidu malah lego-legowo manjing ing Islam “ ( Naskah ini berada di Asta-
na Tuban, disalin dari Arab Gundhil oleh Ki Musa Al Mahfuld ).
Arti dari “ Tut Wuri Hangiseni” adalah mengisi wadah (=budaya) yang sudah ada dengan ajaran Islam. Dari contoh ini, kemudian bila dirunut perjalanan dakwah para ulama pada awal Islam di Indonesia, maka kebijakan dakwah melalui tsaqofah banyak dilakukan.
Pendidikan Islam awal di Indonesia juga menggunakan pendekatan budaya, sebagai contoh, lembaga pendidikan Pesantren, merupakan upaya para ulama mengadopsi lembaga pendidikan Hindu yang dulu bernama Padepokan, yang di dalamnya terdapat Rsi atau Begawan sebagai gurunya, kemudian diubah jadi KYAI ( dari kata sansekerta Rakyai = orang terhormat ), kemudia siswanya adalah Cantrik, kemudian jadi kata SANTRI, sedangkan tempat para santri disebut Pa – Santri –an ( Pa= tempat, jadi tempat para santri = Pesantren ).
Dalam Seni-Sastra, dikenal adanya HIKAYAT, Babad, Serat, Tambo, dan sebagainya. Dalam Seni Musik dan Lagu, muncul Sekaten, Gambus, Samroh, Orkes Melayu, litik dan lagunya Bimbo – Ebit – Ungu, dan sebagainya. Dalam Seni Tari dan Drama muncul Seudati, Slawatan Agguk, Peksimoi, Tari Pencak, Pewayangan, Kethoprak dan sebagainya. Dalam Seni Lukis muncul Kaligrafi Al Qur’an berpadu dengan bentuk keIndonesiaan, ornament atau ragam hias dari ayat-ayat Al Qur’an. Seni berpakian, muncul penyempurnaan pakaian dengan menutup aurath, gaya topi/kupluk,sorban, dan sebagainya. Dalam bidang seni ini ada yang meneruskan tradisi lama yang kemudian dipadukan dan dibesut, dan ada pula yang memang dibawa dari Asia Barat.
Dalam bidang kehidupan social, muncul antara lain semangat Gotong-Royong (tolong-menolong = Wa ta’awanu’alal birri wat-Taqwa) hidup tidak individualistik; Etika bermusyawarah; Etika kehidupan sehari-hari ( lihat: praktek dari Adabun Nabawiyah ); Cinta-kasih pada yang lemah –fakir-miskin-anak yatim; keberanian melawan penjajahan-kedloliman; etika hormat menghormati, terutama kepada kedua orang tua; kebiasaan mengucapkan salam baik dalam majelis maupun dalam perjuampaan; mengusahakan islakh atau perdamaian bila terjadi konflik sesame; menghidum-suburkan Silaturahim saling berkunjung-tegur sapa, saling ma’af-mema’afkan; mempererat tali Ukhuwah dan taqorrub , persaudaraan dengan keakraban; menbudayakan tabayyun atau membuktikan kebenaran bila terjadi “kabar burung / Issue “. Tradisi budaya menuntut Ilmu Pengetahuan, baik melalui lembaga formal maupun nonformal, dan masih banyak lagi kebudayaan Islam yang telah mengakar dan mentradisi di Indonesia.
Proses dakwah melalui pembudayaan ajaran Islam terus dilakukan, namun pada saat kedatangan bangsa Eropa yang kemudian menjajah Iindonesia, pembudayaan ajaran Islam juga mengalami hambatan, bahkan terjadi pergeseran dan perubahan akibat penjajhan tersebut.
III
PERLAWANAN TERHADAP PENJAJAHAN DI KAWASAN INDONESIA
Agresi Barat ke kawasan Indonesia merupakan penjajahan terhadap kerajaan dan sekaligus penduduk di kawasan ini. Bangsa Eropa datang bukan untuk persahabatan dan kedamaian, tetapi kedatangan bangsa Eropa membawa bedil dan meriam untuk mengobarkan perang. ( baca: “Transformasi Budaya Kita”, pidato pengukuhan Guru Besar di UGM Dr.Umar Kayam ). Fakta sejarah memang membuktikan bahwa Portugis (datang 1511) punya perencanaan mendatangi kawasan Nusantara ini dengan “ Gospel – Gold – Glory “ ( penyebaran Injil – mencari kekayaan – dan untuk kejayaan ekspansi wilayah – meneruskan perang salib ). Demikian pula Belanda( datang 1596 ), pada awalnya berdagang, namun kemudian memaksakan monopoli, dan akhirnya politik “devide et Impera” ( memecah belah)
Memnguasai satu pwersatu kerajaan di Indonesia. Setelah berkuasa, Belanda menjalankan politik eksploatasi ( memeras hasil bumi dan penduduk negeri ini ), dan kemudian juga dengan Missi & Zendingnya menebar nasrani dan budaya Barat di Indonesia. Inggris pun datang ke kawasan ini meskipun hanya 5 tahun (1811 – 1816 TS Raffles), tapi berhasil merampok kekayaan Kasultanan Yogyakarta, dan memecah negeri Ngayogyakarto dangan memunculkan Paku Alam, dan sebagainya.
Menghadapi masuknya bangsa Eropa yang datang dengan menebar permusuhan itu, maka kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mengadakan perlawanan. Portugis yang tadinya berkuasa di Malaka, digusur Belanda lari ke Maluku, ketika bermaksud hendak menguasai Maluku, dengan menggunakan kekuatan dan tipudaya licik mengajak perdamaian, namun kemudian membunuh sultan Ternate. Namun, dengan kekuatan rakyat dan kerajaan, makaPortugis berhasil dikalahkan, dan lari ke Timor-timur. Lain halnya dengan Belanda, mereka datang, satu per satu kerajaan dikalahkan dengan cara, berdagang – memaksa monopoli- memecah belah kerajaan- dan kemudian menguasai. Setelah itu, Belanda kemudian menjadi penguasa kawasan Indonesia, dengan membawahi kerajaan-kerajaan yang telah ditaklukkan. Kerajaan – kerajaan itu sengaja tidak dihancurkan, tapi kedaulatan Politik- Ekonomi-dan Sosial-serta Hukum dirampas oleh penguasa Belanda.
Era perjuangan kerajaan-kerajaan Islam melawan Belanda kemudian diteruskan oleh perjuangan Rakyat Semesta yang pada sebagain besar dipimpin oleh pada Ulama. Rukhul Islam yang antara lain Jihad Fi Sabilillah (Perang Sabil); Kalimah Takbir tetap menggelora menjadi landasan semangat masyarakat dalam melawan penjajahan barat. ( Prof.Dr. Sartono Kartodirdjo dalam bukunya Kepemimpinan dalam Sejarah Indonesia, menyatakan bahwa idiologi perang Sabil telah memberikan semangat bagi rakyat Indonesia ). Perlawanan rakyat semesta di pimpin oleh para ulama bangkit dan bergerak hampir di seluruh kawasan Indonesia, pemahaman pada ajaran Islam dalam menghadapi kedloliman penjajah inilah yang menjadikan mereka bergerak gilir-gumanti. Pada saat yang bersamaan dan berdekatan antara Perang Paderi di Sumatera Barat, Perang Dipanegara di Jawa, dan Perang Aceh, penjajah Belanda mengalami keguncangan yang besar. Dalam Perang Dipanegara saja 8000 tentaranya mati, dan menderita kerugian 20.000.000 Gulden, belum perang pada Perang Aceh dan Paderi, yang membawa kerugian amat sangat besar bagi Belanda.
Pada keadaan yang colaps, kemudian Belanda mengubah kebijakan pejajahannya dengan berbagai politik untuk mencari simpati, politik itu antara lain,
Politik Etisè politik balas budi dengan Tri Logi Van Deventer, namun gagal.
Politik Asosiasiè mendidik sebagain anak priyayi untuk dijadikan pemimpin
masyarakat agar tetap patuh pada penjajah Hindia Belanda
Politik De Islamisasi ( Dutch Islamic Polecy ), kebijakan Belanda dalam meredam
Perjuangan umat Islam Indonesia. Arisitek politik ini adalah Christiaan Snouck Hurgronje dangan memakai samaran sebagai muslim Abdul Ghofar, dalam nasehatnya menyatakan, bahwa untuk meredam gerakan perlawanan umat Islam dengan antara lain supaya:
Memecah umat Islam dalam dua dikotomi, Islam Abangan dan Islam Putihan
Membenturkan kaum Ulama dengan Pemuka adapt
Mendirikan sekolah-sekolah untuk mendidik anak-anak umat Islam agar
Terpisah dari keyakinan agama Islamnya
Melarang segenap gerakan politik yang berdasarkan agama Islam
Dirikanlah masjid-masjid Jami’, dan berangkatkanlah haji gratis bagi para ulama, agar umat Islam tidak memusuhi pemerintah Hindia Belanda.
Dengan adanya kebijakan baru itu, maka pemerintah Belanda lebih menyedikitkan perang pisik, namun lebih ditekankan pada perang kebudayaan yang lebih idiologis. Menggunakan perangkat social-kemanusiaan –dan kebudayaan secara terselubung, Belanda lebih menyebar firus Liberalisme – Sekularisme- Kapitalisme- bahkan sampai firus Komunisme di tlatah Indonesia. Kemudian dikembangkan issue Prularisme dalam rangka mendiskriditkan Islam.
Dampak dari itu semua dapat dirasakan bagi perkembangan Islam dewasa ini.
IV
KHOTIMAH
Adanya peperangan yang panjang dalam rangka perlawanan terhadap penjajahan, merupakan kesibukan tersendiri, sehingga proses dakwah Islam terganggu dan kurang lancar. Akibatnya pemahaman masyarakat luas terhadap ajaran Islam pun bervareasi dan kurang mendalam. Pada saat yang sama kaum penjajah dari Eropa juga menyebarkan pengaruh agama dan idiologi kepada masyarakat di Indonesia, sehingga hal ini semakin menjauhkan pemahaman terhadap ajaran/syari’at Islam di masyarakat. Melalui pendidikan yang dikelola oleh Missi dan Zending semakin efektif menanamkan ajaran nasrani dan menebar kebudayaan Barat. Melalui Freemasonre, melalui tokoh-tokoh Liberalis-Kapitalis, dan bahkan tokoh-tokoh Komunis yang didatangkan dari Negeri Belanda, firus idiologi itu pun menyebar di Indonesia. Dengan demikian perjuangan masyarakat Islam di Indonesia tidak hanya menghadapi perang perlawanan pisik bersenjata, tetapi lebih dari itu, yaitu perang idiologi .
Analisis Endang Syaifuddin Anshari dalam thesisnya menyatakan, bahwa pada era pergerakan nasional perjuangan di Indonesia sudah diwarnai dengan adanya Nasionalis Islami dan Nasionalis Sekuler. Bila benar analisis ini, sampai saat ini pun keadaan itu masih berjalan. Perjuangan untuk menerapkan ajaran/Syari’at Islam secara kofrehensif-formal semakin banyak hambatan, dan masih memerlukan perjuangan yang panjang, yang memerlukan strategi yang simpatik, sehingga masyarakat dengan senang hati menerimanya.
Meskipun budaya barat tidak semua negative, namun menculnya sekularisme yang memisahkan antara kehidupan agama dengan kehidupan dunia ( agama hanya dianggap urusan individu, meski menjalankan ibadah, namun juga maksyiat-syirik jalan terus ). Lebih-lebih lagi munculnya Liberalisme, yang membawa kebebasan manusia tanpa batas, sehingga berdampak dengan enaknya “ atas nama kebebasan “ menerjang dan menginjak-injak kaidah-kaidah agama Islam yang sesungguhnya mengatur keselamatan hidup manusia di dunia dan akhiratnya. Lebih parah lagi adanya virus Komunisme-Atheisme yang di dalamnya mengajarkan “Agama adalah racun masyarakat” dan “ Tidak mempercayai adanya Tuhan “, pengikut idiologi ini akan selalu menyerang agama dan tidak mempercayai Tuhan. Idiologi-idiologi inilah cepat atau lambat akan merusak kehidupan masyarakat menuju Kufur. Akibatnya adalah malapetaka dalam kehidupam masyarakat. (‘Audzubillahi mindzalik ).
Oleh karena itu, perjuangan umat Islam dalam menegakkan ajaran/syari’at Islam masih panjang dan menghadapi hambatan yang cukup berat. Namun, harus optimis, dengan strategi dan taktik yang manis serta simpatik, tunjukkan dengan Uswatun Khasanah, dan perjuangkan dengan sungguh-sungguh, insya Allah akan berhasil. Alhamdulillaahi Robbil’alamiin.
Jogjakarta,1 5 Agustus 2009
trims pak
BalasHapusjelaskan perbedaan budaya islam dan budaya barat(skulera)?
BalasHapus