DENGAR PENDAPAT DI DPR RI TENTANG
RENCANA UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA
( DARI PENDEKATAN SEJARAH )
OLEH : AHMAD ADABY DARBAN
Assalaamu’alaikum.w.w.
Yang kami hormati Pimpinan Sidang Komisi II
Yang kami hormati seluruh anggota Komisi II
Yang kami hormati sahabat-sejawat Sejarawan,
Yang kami hormati para Wartawan dan para tamu undangan.
Salam sejahtera, semoga Rahmat dan Barokah serta Hidayah Allaah melimpah kepada kita semuanya, amin.
MUQADIMAH
Kami haturkan terima kasih atas undangan dari Komisi II
dalam rangka Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Kami hadir memenuhi undangan itu, dan kami berusaha untuk mengumpulkan sumber sejarah dan informasi sejarah lainnya, dalam rangka memberikan masukan sekemampuan kami untuk Rencana Undang-undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sedang dibahas oleh DPR RI. Dengan harapan semoga dengar pendapat ini merupakan silaturahim dan akan menghasilkan manfaat, serta melancarkan terbentuknya Undang-undang untuk Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati,
Melalui Rapat Dengar Pendapat Umum ini, dengan menggunakan pendekatan Sejarah, kami sampaikan sebagai berikut.
Bila ditinjau dari proses sejarahnya, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat ( yang kemudian disingkat Kesultanan Yogyakarta ) dan Kadipaten Paku Alaman. Kesultanan Yogyakarta yang berdiri setelah tanggal 13 Februari 1755 (Perjanjian Giyanti), dan Kadipaten Paku Alam yang berdiri setelah tanggal 29 Juni 1812 (Penobatan P.Natakusuma sebagai Pangeran Merdika dengan gelar KGPA Paku Alam I ).
Keberadaan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alaman selama pemerintahan Kolonial Belanda, tidak diatur dengan undang-undang yang dibuat sepihak oleh penjajah, namun diatur tersendiri dengan suatu perjanjian ( dibicarakan bersama ) yang setara antara Gubernur Jendral ( mewakili Pemerintah Kerajaan Belanda ) dan Sultan. Kesepakatan itu dibuat dalam bentuk politiek contract (yang disyahkan oleh parlemen Belanda). Kontrak Politik itulah yang kemudian dijadikan dasar perundang-undangan bagi daerah-daerah yang memiliki status Swapraja ( daerah yang berhak mengatur pemerintahannya sendiri ). Dengan demikian, Wilayah Kesultanan & Paku Alaman diperlakukan istimewa, karena boleh dan berhak mengatur pemerintahannya sendiri ).
Ketika Jepang berhasil mengalahkan Hindia Belanda, pihak pemerintah Hindia Belanda menawarkan kepada Sultan Hamengku Buwana IX Raja Yogyakarta, untuk diajak bersama-sama mengungsi ke Australia, dalam rangka mendirikan pemerintahan di luar Indonesia ( pelarian/pengasingan ). Namun, Sri Sultan Hamengku Buwana IX dengan tegas menolak, dengan mengatakan bahwa “Kami akan mempertahankan Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat, dan akan menyelamatkan rakyat kami “. Pemerintahan Hindia Belanda telah berakhir di
Pada zaman pendudukan Jepang, Sultan Hamengku Buwana IX dikukuhkan sebagai Koo Kooti ( Penguasa Daerah Istimewa ), di Istana Rijkswik ( istana Negara ) Batavia, pada tanggal 1 Agustus 1942. (
Dalam rangka membersihkan pengaruh pemerintah penjajahan yang ada di lingkungan birokrasi, maka Sultan Hamengku Buwana IX berusaha memperkecil peranan dan kekuasaan Patih Dalem ( Danureja ), sehingga pemerintah penjajah akan sulit untuk memperalat mereka. Pada tanggal 8 April 1945 Sultan Hamengku Buwana IX menghapus lembaga kedudukan Patih dan pemerintahan sehari-hari dipegang langsung oleh Sultan Hamengku Buwana IX. Dikeluarkanlah Koorei yang isinya antara lain, dibuatlah lembaga jawatan yang membantu pelaksanaan pemerintah harian. Jawatan-jawatan itu disebut Paniradya (Kyoku) , ada 6 Paniradya (Kyoku), Kapanitran (Sekretariat); Ayahan Umum ( Urusan Umum ); Ekonomi; Wiyatapraja ( pendidikan); Yayasan Umum (Pekarjaan Umum); dan Rancana-Pancawarna ( Urusan Humas / Penerangan ). Untuk urusan pemerintahan harian , Sultan Hamangku Buwana IX lengsung memimpin kepala-kepala Paniradya, dengan demikian sering berkantor di Kepatihan. Dalam hal ini pemerintah pendudukan Jepang tetap menghormati kedaulatan Sultan Hamengku Buwana IX dan Kerajaan Yogyakarta. Salah satu bukti sejarah, ketika pemerintah pendudukan Jepang meminta agar rakyat Yogyakarta dilibatkan dalam kerja rodi “Romusha”, maka Sultan meminta rakyat dipekerjakan di wilayah Yogyakarta ( tidak boleh dibawa ke luar dari
Ketika BPUPKI dibentuk, Kraton Yogyakarta juga diundang untuk mengirimkan wakilnya, maka diutuslah Pangeran Purubaya dan Pangeran Bintara, yang nantinya bersama-sama anggota lainnya mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia, dan penyusunan Undang-undang Dasar calon Negara Republik Indonesia. Dari keikutsertaaannya dalam sidang-sidang BPUPKI itulah sebenarnya di lingkungan Kraton Yogyakarta bersama tokoh-tokoh bangsa
Oleh karena itu, maka ketika penjajah Jepang kalah dan kemudian Soekarno – Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 Sultan Hamengku Buwana IX dan Adipati Pakualam VIII mengirim telegram mengucapkan selamat atas Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia “.
Pada tanggal 20 Agustus 1945, Hamengku Buwana IX dan Adipati Paku Alam VIII mengirim telegram ke 2, yang isinya : Mengucapkan selamat atas terpilihnya Soekarno – Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik
Sebagai penghargaan Pemerintah Republik
a. Penetapan Hamengku Buwana IX sebagai Kepala Daerah Kerajaan Yogyakarta yang merupakan bagian dari Negara Republik
b. Bertugas menjaga keselamatan daerah Yogyakarta, sebagai bagian dari daerah Republik
Pada Tanggal 5 September 1945, lahirlah Amanat Sultan Hamengku Buwana IX dan Adipati Paku Alam VIII, yang isi pokoknya ialah :
1. Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah Daerah Istimewa dari Pemerintah Negara Kesatuan Republik
2. Sebagai Kepala Daerah di Negeri Ngayogyakarta Hadiningrat, kami bertanggung jawab atas, a. Urusan daerah Ngayogyakarta Hadiningrat, dan b. Kekuasaan lain seluruhnya dipegang oleh Hamengku Buwana IX.
3. Hubungan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Republik
Pada tanggal 30 Oktober 1945, dismpaikan kembali Amanat Kerajaan Ngaygyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Paku Alam untuk :
1. Kesediaan menta’ati Undang-undang Dasar Republik
2. Membentuk Badan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), sebagai Dewan Perwakilan Rakyat ( sementara )
3. Hamengku Buwana IX sebagai Kepala Daerah dan Paku Aam VIII sebagai Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa
Peristiwa-peristiwa yang wujudnya “pernyataan bersejarah “ di atas itu merupakan rangkaian menuju Daerah Yogyakarta menjadi Daerah Istimewa
Oleh karena amanat konstitusi UUD1945, maka proses Daerah Yogyakarta yang sudah final menjadi Daerah Istimewa itu, maka perlu segera dibuatkan Undang-Undang Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, sesuai dengan perjalanan Sejarah pembentukannya.
PENDUKUNG
Proses sejarah di atas, merupakan pokok penentu secara final Daerah Yogyakarta wajar sebagai Daerah Istimewa dari Negara Kesatuan Republik
1. Ketika NICA ( Belanda ) ingin kembali menjajah Indonesia, dan berhasil menduduki Jakarta, maka Sultan hamengku Buwana IX menawarkan Yogyakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Setelah tawaran itu diterima, mulai tahun 1946 sampai dengan 1949 secara resmi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia. Sultan Hamengku Buwana IX mensuport perlengkapan negara ( untuk perkantoran ) dan juga dana yang cukup besar. Di samping itu juga,
2. Pada waktu NICA menyerang Yogyakarta, dan akan mengajak Sultan Hamengku Buwana IX berpihak kepadanya, dengan tegas ditolak, dan bahkan Kraton Yogyakarta ditutup tidak mau menerima tamu NICA. Kraton Yogyakarta pada waktu Revolusi mempertahankan Kemerdekaan Republik
3. Ketika Belanda menyatakan bahwa Republik
4. Pada tanggal 30 Juni 1949 ( sehari setelah tentara Belanda mundur keluar dari Yogyakarta ), Sri Sultan Hamengku Buwana IX yang menjabat sebagai Menteri Negara Koordinator Keamanan, atas nama Presiden Republik
5. Perjalanan Per-Undang-undangan yang menyangkut tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu sejak :
a. Undang-undang Dasar 1945, pasal 18
b. Undang-undang No. 22 tahun 148, tentang Pemerintah Daerah, pasal 6 dan pasal 18 ayat 5.
c. Undang-undang No.3 tahun 1950, tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta,
d. Undang-undang No.1 tahun 1957, tenang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, pasal 25 ayat 1.
e. Undang-undang No. 18 tahun 1965, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, pasal 88.
f. Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Penyeragaman Pemerintah Daerah, pengecualian untuk Daerah Istimewa Yogyakarta.
g. Undang-undang No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah,pasal 122.
h. Undang-undang No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, pasal 226 ayat (1)
Sejarah perundang-undangan yang menyangkut Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat dinamika yang menarik ( lihat lampiran Sumber Sejarah perundang-undangan DIY), namun baru sebatas permukaan, belum meyentuh aspek budaya, religiositas, dan struktur rumah tangga khas yang menjadi dasar hakekat keistimewaannya. Dengan demikian diperlukan segera ada UU tentang Pemerintahan DIY.
KHOTIMAH
Sebagai penutup dengar pendapat ini, kami menyampaikan pokok pendapat kami, yaitu:
1. Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa bagian dari Negara Kesatuan Republik
2.
3. Kepemimpinan Daerah Istimewa Yogyakarta melekat dengan wujud atas pengakuan hak asal usul yang bersifat Istimewa serta peranannya dalam sejarah perjuangan Indonesia( lihat proses Historis ), dilakukan dengan melalui Pengukuhan oleh Presiden terhdap Sultan Hamengku Buwana yang masih/ sedang bertahta sebagai Kepala Daerah dan Paku Alam yang masih/ sedang bertahta sebagai Wakil Kepala Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta .
Denikianlah paparan kami, dalam forum dengar pendapat RUU tentang Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang diselenggarakan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat republik
Wassalaamu’alaikum.w.w. Ahmad Adaby Darban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar