SUDIRMAN GURU BANGSA
Judul Buku : Guru Bangsa Sebuah Biografi Jendral Sudirman
Pengarang : Sardiman, AM.,Drs.MPd.
Penerbit : Ombak,
Identitas Buku : 17 Bab, 268 halaman, terdapat Daftar Pustaka, Lampiran Sumber
Arsip, dan Index.
SELINTAS ISI
Buku biografi Panglima Besar – Jendral Besar Sudirman yang dibahas ini adalah terbitan kedua yang sudah ada revisi dan penambahan di sana-sini. Adapun terbitan pertama pada tahun 2000 dengan judul Panglima Besar Jendral Sudirman : Kader Muhammadiyah, yang diterbitkan oleh kerjasama antara Majelis Pustaka PP Muhammadiyah dengan Adicita Karya Nusa.
Buku ini membahas antara lain asal-usul Sudirman, Sudirman sebagai guru bagi teman sekolahnya dan menjadi teladan di lingkungan anak muda, juga menjadi pimpinan dan guru Kepanduan Muhammadiyah Hizboel Wathon ( Pembela Tanah Air ). Tumbuh dan berkembang dari seorang Guru Profesional ( pernah jadi Kepala Sekolah ) dan aktif di sekolah Muhammadiyah, serta berhasil memajukan dan mencerdaskan anak bangsa.
Selain sebagai seorang guru, Sudirman sebagai seorang moslem yang taat ikut berpartisipasi dalam melaksanakan perintah Rasul Muhammad SAW, “Ballighu’anny walau ayat” ( sampaikan apa yang dari padku walaupun satu ayat ), yatu menjadi Muballigh – juru dakwah. Sudirman dikenal sebagai Juru Dakwah yang mengedepankan persuasive dan pendekatan cultural, enthengan betrabligh keliling di pedesaan dan perkotaan. Bahkan ia pun mendirikan pusat dakwah, dan pada saat telah menjadi panglima pun Sudirman tetap suka mengaji di Pengajian Malem Selasa PP Muhammadyah di Gedung Pesantren Kauman
Pengalaman aktif di Kepanduan Hizboel Wathon merupakan modal bagi Sudirman dalam memasuki dunia kemiliteran. Karier kemiliterannya dimulai dari menjadi anggota Pembela Tanah Air ( PETA), yaitu kesatuan militer bangsa
Pada saat Jepang dikalahkan Sekutu ( bom Hiroshima & Nagasaki ), kedudukan Jepang di Indonesia mulai melemah( dalam keadaan facum of power). Kesempatan ini digunakan oleh bangsa Indonesia untuk kemerdekaan, bagi kesatuan bersenjata seperti Hizbullah dan PETA sebagai kesempatan untuk melawan Jepang ( senjata makan tuan ). Dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR)รจ Tentara Keamana Rakyat (TKR) yang kemudian jadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sudirman dikenal sebagai pimpinan kesatuan bersenjata yang cerdas –cakap-tegas- dan bijak, diangkatlah sebagai Panglima TNI ( Sudirman telah membuktikan berhasil menekan masuknya Belanda dari Magelang sehingga Belanda mundur sampai Ambarawa dan kemudian didesak mundur sampai Semarang ). Dalam hal ini pasukan Sudirman banyak dibantu oleh Asykar Perang Sabil (APS), Pejuang Islam, Barisan Mlimin Temanggung (BMT) dan sebagainya. Keberhasilan Sudirman di beberapa front perjungan itu, maka diangkatah ia sebagai Panglima TNI yang pertama.
Dengan adanya Perjanjian Renville yang sangat merugikan NKRI ( Republik Indonesia tinggal di DIY, Sumbar dan Aceh ), dan didudukinya Jogjakarta oleh NICa Belanda, maka Sudirman lebih memilih berjuang terus melawan Belanda, dan tidak mau menyerah. Dalam hal inilah Sudirman kemudian mencetuskan “Perang Gerilya”, dengan strategi dan taktik perang wilayah yang terorganisasikan oleh pusat komando yang tersembunyi. Strategi perang gerilya inilah yang sangat membingungkan Belanda, atas komunikasi dan koordinasi antara Sultan Hamengkubuwana IX (mentri pertahanan) dengan Panglima Sudirman di pedalaman, maka berhasil dicetuskan perebutan atas
Selama pejuangan memimpin Gerilya sesungguhnya Sudirman sudah menderita sakit, paru-parunya yang berfungsi tinggal satu. Setelah kembali dari perang gerilya, Sudirman diminta oleh dokter untuk berisirahat (total) dan dilarang untuk memikirkan politik . Namun, Sudirman tidak tetap mengikuti perkembangan politik kenegaraan RI. Dokter Halim Perdana Mentri RI dan juga dokter yang resmi dikirim Presiden Soekarno untuk mengobati Sudirman. Dalam pertemuan terakhirnya, Sudirman bekata lirih : “Saya hanya dapat menyokong usaha saudara dengan kekuatan batin saja dan berdo’a semoga usaha saudara memimpin Negara berhasil mencapai cita-cita kita semua”. Rupanya kata-kata Sudirman itu menjadi pesan terakhir untuk PM Halim dan dapat juga untuk para pemimpin
Sebagai Guru Bangsa Indonesia, Sudirman tumbuh dari persemaian Moslem yang taat, yang berkembang sebagai seorang Guru Sekolahan, Guru Masyarakat, Guru Militer yang handal, yang dilandasi semangat Jihad Fi sabilillah setiap perjuangannya, dan sebagai Nasionalis Islami sejati. ( Allahumma fir lahu, war hamhu wa afihi wa fu’anhu).
Sobat saya Sardiman, dalam berupaya menulis buku ini betul-betul kerja keras, dengan menggunakan metode sejarah, berhasil mengelola sumber sejarah dengan baik, sehingga buku ini terwujud. Apabila terdapat beberapa hal dalam buku ini yang masih kurang sempurna, itu wajar, sebab siapapun penulis sejarah tidak akan mungkin dapat sempurna. Saya ucapkan selamat pada Sobat saya Pak Sardiman, dengan penuh harapan, buku ini akan dibaca oleh genarasi Tua dan Muda, agar kehidupan sudirman yang baik & benar dapat dijadikan TELADAN dalam perjuangan bangsa
Semoga buku ini dapat menjadi amal-jariyah bagi pak Sardiman,
dan juga bagi Panglima Besar Jendral Besar Sudirman
atas keteladanannya, amien.
A. Adaby Darban
Tidak ada komentar:
Posting Komentar