ADAB BERMUSYAWARAH
Oleh: Ahmad Adaby Darban
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Sudah 15 abad yang
lalu Islam mengajarkan musyawarah sebagai lembaga untuk berunding dalam
memecahkan persoalan bersama, atau membahas sesuatu untuk memperoleh suatu
keputusan bersama. Secara jelas dan terdapat bukti tekstual bahwa Islam yang
pertama kali mengajarkan musyawarah ( jauh sebelum lahirnya ide demokrasi ).
Musyawarah berasal dari kata syawaraè yusyawiru è musyawaratan, yang artinya
“berunding”.
“ Dan bagi orang-orang yang
mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan
dengan MUSYAWARAH di antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagain rizki yang
Kami berikan kepada mereka” ( Q.S. Asy-Syura:38).
“ Maka disebabkan dari
rahmat Allah-lah kamu berlaku santun terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan
BERMUSYAWARAHLAH dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
berbulat-tekad, maka bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu
menyenangi orang-orang yang bertawakal kepadaNya” ( Q.S. Ali Imran : 159 ).
Dalam musyawarah
harus diikuti dua orang atau lebih, dan akan lebih baik lagi bila terdapat
penengah (moderator), sebab dalam musyawarah kemungkinan dapat terjadi
perbedaan pendapat yang akan menimbulkan dialog, sampai dengan debat ketika
membahas sesuatu. Dengan musyawarah itu diharapkan akan mendapatkan hikmah,
kebijakan dan kebajikan bersama, serta kemaslahatan semua pihak. Selain itu,
semua anggota musyawarah mempunyai hak bicara yang sama, dan berbeda atau sama
pendapat dengan anggota musyawarah yang lain, sehingga diperlukan hujjah
atau argumentasi untuk meyakinkan
pendapatnya. Suasana dinamis dan dialogis akan muncul, yang diikuti saling
memahami dan menghormati perbedaan pendapat, sehingga dapat diambil kesimpulan
atas kesepahaman bersama.
Oleh karena itu
sejak dari zaman KHA Dahlan, Muhammadiyah selalu menggunakan musyawarah di
dalam mengambil keputusan persyarekatan, dan ini merupakan tradisi yang sehat
bagi Muhammadiyah sampai saat ini.
Dalam perjalanan
sejarahnya, Muhammadiyah telah menyusun peringkat musyawarah, yaitu antara
lain: Di tingkat nasional permusyawaratan tertinggi ialah Muktamar ( zaman
Hindia Belanda diberi nama Konggres ), dan di bawah muktamar adalah Sidang
Tanwir. Di tingkat Propinsi permusyawaratan Muhammadiyah disebut Musyawarah
Wilayah (Muswil); Di daerah tingkat II, disebut Muyawarah Daerah (Musda); Di
daerah Kecamatan disebut Musyawarah Cabang (Muscab); dan di tingkat paling
bawah disebut Musyawarah Ranting (Musrant). Dengan demikian di setiap jajaran
eselon kepemimpinan Muhammadiyah terdapat lembaga “Musyawrah”.
Adab Bermusyawarah
Dalam rangka
pendidikan bermusyawarah dengan sehat, maka para ulama Muhammadiyah telah menyusun
bagaimana bermusyawarah dengan baik dan benar. Naskah lama yang masih dapat
kita pelajari antara lain tulisan :
K.H.Mas Mansyur, “ Adab Bermoesjawarat” dimuat
dalam Almanak
Moehammadijah 1358/ 1940, yang diterbitkan oleh Madjlis Taman Poestaka.Adapun
karya lain adalah tulisan KH Muhammad Wardan, “Ilmu Tata Berunding; Peladjaran pada
Kursus Kader tardjih”. Berangkat dari kedua buku itu, dan
kemudian ditambah dengan buku-buku lainnya, maka berikut ini disampaikan Adab
Bermusyawarah, sebagai pengingat kita bersama agar dalam melaksanakan
musyawarah pada umumnya, dan khususnya pada perhelatan besar Muktamar nanti
akan berjalan lancar, sejuk, santun, dan benar. Dengan demikian insyaAllah swt.
akan menghasilkan keputusan-keputusan yang bermanfaat dan akan lebih memajukan
Muhammadiyah di masa mendatang.
Merujuk tulisan KH
Mas Mansyur, Adab
Bermusyawarah dibagi 3 bagian :
1.
Adab sebelum bermusyawarah, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, antara lain, a ). Datang ke rempat musyawarah sebelum
waktu yang ditentukan, agar musyawarah itu dapat dibuka tepat waktu. b). Jangan
lupa membawa surat undangan, dengan demikian kita tahu agenda yang akan
dibahas, dan juga sebagai bukti bahwa kita termasuk anggota musyawarah. c)
Datang ke tempat musyawarah dengan pakian yang baik-rapi, dan sebaiknya juga
memakai bau-bauan yang sedap. d) Semuanya itu diawali deangan Niat yang
baik dan benar, yaitu apa yang akan dilakukan dalam musyawarah itu diniati
untuk kemaslahatan bersama dan karena Allah swt.
Teringat kita pada pernyataan Rasulullah Saw. dalam hadits riwayat imam Ahmad:
“Tidaklah
lurus Iman seseorang hingga lurus hatinya,dan tidaklah lurus hatinya hingga
lurus lisannya”
2.
Adab dalam bermusyawarah, musyawarah
dibuka dengan do’a yang diawali baca “Bismillah”, dan sebaiknya dilanjutkan
dengan baca do’a dalam Q.S. Thoha, ayat 25 – 28:” Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku
dadaku. Dan mudahkanlah untukku urusanku. Dan lepaskanlah kekauan dari lidahku.
Supaya mereka mengerti ( memahami ) perkataanku”.
a. Mengendalikan
Lisan, pikirkanlah secara matang apa yang akan disampaikan, apakah pendapat
yang akan disampaikan itu akan membawa manfaat atau sebaliknya membawa
madlarat, kemudian sampaikanlah pendapat anda dengan jelas, dan santun, dalam
waktu yang tidak panjang. Di samping itu, kita juga mau menyediakan diri
mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian, kendalikan lisan,
jangan sekalikali memotong pembicaraan orang lain sebelum selesai/tuntas (
Hargailah yang sedang berbicara dalam rangka menyampaikan pendapatnya ).
Meskipun ada pendapat yang disampaikan itu berbeda bahkan bertentangan,
kendalikan emosi, dengarkan dengan cermat, baru kalau diberi kesempatan kita
dapat menanggapi pendapat yang berbeda itu dengan santun, argumentatif, dan
bertujuan mereka dapat memahami lebih jelas pendapat kita.
Apabila
ada yang berpendapat sama dan terlebih dahulu di sampaikan, maka kita pun lebih
baik tidak mengulangnya, diam, atau bila ingin menguatkan cukup disampaikab
dengan singkat .
Dalam
pengendalian lisan ini juga termasuk ketaatan kita pada pimpinan sidang, bila
akan berbicara dengan izin pimpinan sidang, dan apabila pimpinan sidang meminta
kita diam atau selesai, maka kitapun berhenti.
b. Sikap
menyampaikan pendapat dalam musyawarah yang perlu di perhatikan adalah : Pembicaraan dalam
musyawarah adalah untuk mencari
jalan hikmah yang terbaik-dan benar, mencari titik temu, dan membuahkan hasil sebuah kesepakatan
yang akan dijalanlan bersama. Oleh
karena itu, maka :
*
Hindari sikap Mendominasi pembicaraan, hanya karena ingin kenal pandai bicara
dan luas wawasannya, hal ini merupakan ketamakan.
Rasulullah memperingatkan bahwa ,
“ Dan sesungguhnya orang yang paling
aku benci dan paling jauh ma-
jelisnya dari ku pada hari
kiamat adalah orang-orang yang berlebihan
dalam bicara, juka suka
mengungguli orang lain dengan perkataannya,
dan yang menunjuk-nunjukkan
mulut besarnya dengan omongan untuk
menampakkan kelebihan di
hadapan orang lain” (H.R.Ahmad & Tirmidzi)
* Tawadlu’ – rendah hati, menyampaikan pendapat
dengan apa adanya, jelas, mudah difahami, tidak diucapkan dengan congkak Hargailah sesama warga musyawarah,
lebih-lebih ada orang yg. Lebih
ahli dan lebih berkompeten dalam masalah yang dibicarakan, maka lebih baik kita
mendengarkan dengan tenang, dan bila perlu dapat pertanya dalam rangka menambah
ilmu.
* Sedapat mungkin menghindari permusuhan,
karena sering terjadi perbedaan pendapat
dalam musyawarah menjadikan panas. Untuk
menghindari dominasi hafsu-emosional, maka redamkanlah dengan banyak baca
istighfar. Dalam hal Rasulullah mengingatkan bahwa,
“Sesungguhnya larangan yang
ditujukan kepadaku setelah menyembah berhala adalah perdebatan yang dibarengi dengan
permusuhan “ (HR.Imam Bazar dan Thabrani, meskipun sanadnya lemah ).
* Musyawarah bukan tempat saling menjatuhkan.
Pandangan yang salah yang menganggap bahwa musyawarah sebagai ajang
untuk saling menjatuhkan, saling membantai di muka umum, hal ini perbuatan yang
tidak berakhlaqul karimah, dan hendaklah wajib dihindari.
c.
Memutuskan Hasil Musyawarah, dalam memutuskan hasil musyawarah
dan atau menyimpulkannya berdasarkan landasan pokok kebenaran sejati
maroji’ Al Qur’an dan Sunnah, dalam suatu kesepakatan majlis. Namun apabila
terpaksa dengan melakukan pemungutan suara, maka suara terbanyak tidak selalu
dipilih, sebab kebenaran tidak
selalau dapat diukur dari suara terbanyak. Apabila musyawarah sudah sepakat
menghasilkan keputusan,maka kita
pun tunduk dengan ikhlas, kemudian bertawaqal kepada Allah Swt. Meskipun
pendapat kita tidak terpakai, atau hujjah kita kurang
kuat dibanding dengan hujjah peserta musyawarah yang lainnya, maka kita
pun tunduk dengan keputusan musyawarah itu, dan ikut
merealisasikan dalam pelaksanaannya nanti.
d.
Menutup Musyawarah, dilakukan dengan collingdown, membaca do’a mengakhiri majelis,
“Subkhaanakallaahumma, wa
bikhammdika Ashadu alla illaaha illaa Anta,
astaghfiruka wa atuubu
ilaik “
“ Maha
suci Engkau Ya Allaah, dan dengan memujiMu, aku bersaksi bahwatiada tuhan
melainkan Engkau, aku mohon ampunanMu, dan bertobat padaMu”
3. Adab Sesudah Musyawarah
a. Menjalankan
keputusan yang mengikat masing-masing anggota
b. Menjaga
rahasia keputusan yang tidak boleh diumamkan
c. Menghindari
rasa kecewa atas keputusan yang telah diambil.
d. Menjaga
terciptanya suasana Ukhuwah Islamiyah, tetap akrab.
Demikianlah
sekilas tentang Adab Bermusyawarah, tulisan pendek ini hanya meyentuh
pokok-pokonya saja. Oleh karena itu, bila akan mendalami lebih jauh, dapat
membaca berbagai kitab-buku yang banyak membahas hal musyawarah. Harapan kami
semoga bermanfaat, dan bila ada kekuaranngya mohon dapat dimaafkan. Alhamdulillah.
Jogjakarta, 4 Juni 2005
Ahmad Adaby Darban
Disampaikan pada :
PENGAJIAN PIMPINAN MUHAMMADIYAH
SE – INDONESIA
Dalam rangka
menyonsong
MUKTAMAR
MUHAMMADIYAH KE 45
Di Malang, 5 – 8
Juni 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar