Dalam rangka
menelusuri dan merekonstruksi Sejarah
Kotawaringin, diperlukan sebuah studi sejarah yang panjang, dikarenakan harus
melalui langkah-langkah yang dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis.
Langkah-langkah metodologis itu antara lain, pengumpulan sumber, analisis
terhadap sumber, interpretasi dan imajinasi terhadap sumber, dan kemudian
barulah penulisan kisah, dalam hal ini dibatasi hanya mengungkapkan ” Silsilah Raja-raja Kotawaringin ”.
Pengumpulan Sumber sumber dari
berbagai asal, yaitu sumber tradisi yang ada dan berasal dari daerahnya ( dalam
hal ini Kotawaringin dan Banjarmasin ), serta sumber terkait yang berhubungan
dengan kerajaan setempat ( misalnya dari pihak Belanda dan Jepang ). Untuk
Kotawaringin yang dikaji pada saat ini barulah dapat dikumpulkan sumber-sumber
dari tradisi, yaitu :
- Hikayat Banjar dan Kotaringin, naskah ini berasal dari Koleksi Perpustakaan Nasional RI dengan kode penyimpanan ML – 48. Naskah ini pun kemudian dialihaksarakan oleh Tim dari Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, diterbitkan oleh Dirjend. Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1993.
- Ras.J.J., Hikajat Bandjar; A Study in Malay Historiography. Leiden: KITLV- The Hague-Martinus Nijhoff, 1968. Sebuah studi dari Prof. J.J.Ras terntang manuskrip Hikajat Bandjar yang berada di Negeri Belanda.
- Ju Lontaan dan Gm. Sanusi, Mengenal Kabupaten Kotawaringin Barat. Kotawaringin Barat: Pemda Dati II Kotawaringin Barat, 1976. Sebuah buku yang telah berusaha untuk menguraikan perjalanan Sejarah Kotawaringin.
- Silsilah Kekerabatan Kerajaan / Kesultanan Kutaringin di Pangkalan
Buun, dari Kesultanan I sampai dengan XIV,
Pangkalan Buun: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Kabupaten Kotawaringin Barat,
Kalimantan Tengah, 2009.
- Beberapa makalah, yaitu :
- Pangeran Muasjidinsjah, ” Seminar Napak Tilas Kesultanan Kotaringin ”, Palangkaraya, 15 Juni 2008.
- Gusti Masyarief, ” Sekilas Sejarah Kotawaringin ”, Kotawaringin: Panitia Seminar Menggali Sejarah Budaya Kesultanan kotawaringin, 2002.
- ” Penyusunan Akhir dan Penggandaan Buku Sejarah Kotawaringin Barat ”. ( Executive Summary ), Kotawaringin Barat: Pemerintah Daerah kotawaringin Barat, 2000.
- H. Gusti M, Yusuf, BA ” Silsilah Keturunan dan Sistem Pemerintahan Kesultanan Kotawaringin.” Kotawaringin: Panitia Seminar Menggali Sejarah Budaya Kesultanan Kotawaringin, 2002.
- Moh. Muzakka Mussaif , ” Pengaruh Islam dan Jawa dalam Hikayat Banjar ” , http://Staff.undip.ac.id./sastra/muzakka, dl 1-12-2009
Sumber-sumber
di atas meskipun ada yang dianalisis oleh orang Belanda, namun bahannya
dasarnya sama, yaitu dari Hikayat Banjar dan Kotaringin.
Sumber-sumber
lain dari Pemerintah Daerah Kotawaringin Barat yang disampaiakan 15 hari yang
lalu, berupa hasil penulisan silsilah, makalah-makalah seminar yang pernah
diadakan. Sumber-sumber ini punya makna penting, karena partama, ditulis oleh
para kerabat sendiri, dan hasil penelusuran yang sudah dianggap matang. Kedua,
bahan-bahan itu sebagai sumber lokal yang lebih tahu-dan menghayati keadaan di
lingkungannya. Dengan demikian dapat digunakan sebagai bahan kajian dan
dikembangkan lebih lanjut.
Adapun sumber
tulisan Moh. Muzakka Mussaif, meskipun amat sedikit menyinggung Kotawaringin,
namun dapat dijadikan referensi mengenai pengaruh Islam dan Jawa dalam Hikayat
Banjar.
Sebenarnya bila
ada waktu yang mencukupi, dapat ditelusuri sumber-sumber dari Arsip Belanda dan
Arsip Jepang, yang keduanya punya hubung-kait yang juga penting dan dapat
dijadikan bandingan dan memperkaya dalam penulisan sejarah Kotawaringin. Dari kisah yang ada di dalam Hikayat
Banjar dan Kotaringin ditulis secara eksplisit ada hubungan dengan Belanda dan Jepang.
Dari bacaan
sumber tradisi Hikayat Banjarmasin dan Kotaringain, porsi kisah yang terbanyak
adalah informasi tentang terbentuknya Kerajaan Banjarmasin, sedangkan informasi
kisah tentang Kotaringin hanya pendek, dipenghujung hikayat itu. Atau dengan
kata lain, bahwa raja-raja Kotaringin adalah
berasal dan keturunan dari Kerajaaan Banjar. Oleh karena itu, dalam membicarakan Kerajaan
Kotaringin atau Kotawaringin tidak dapat dipisahkan dengan membicarakan
Kerajaan Banjarmasin terlebih dahulu.
Berikut ini
diusahakan merunut secara singkat tentang terbentuknya Kerajaan Banjarmasin dan
Kotawaringin,
KERAJAAN
BANJARMASIN
Asal-muasalnya
dari saudagar besar dari Keling
bernama Mangkubumi, punya anak
laki-laki bernama Ampu Jatmaka,
punya 2 orang anak laki-laki bernama Ampu Mandastana dan Lambumangkurat. Sebelum wafat,
Mangkubumi berwasiat agar sepeninggalnya nanti, Ampu Jatmaka pergi keluar dari
negeri Keling, untuk mencari daerah baru. Setelah Mangkubumi wafat, wasiat itu
benar- benar dilaksanakan, ia beserta kedua anak dan hulubalangnya ( Tumenggung
Tatahjiwa, Aria Magetsari, dan Wiramartas ) serta mengajak juga punakawannya,
pergi meninggalkan Negeri Keling dengan perahu, dan sampailah ke Hujung Tanah (
sesuai dengan wasiat ayahnya, yaitu bila sudah mendaptkan ciri-ciri tanah yang
panas dan berbau harum sebagai tempat tinggalnya ). Di Hujung Tanah itulah ia
mendirikan sebuah negeri, dinamainya Negeri Dipa, Ampu Jatmika dinobatkan
sebagai raja dengan gelar Maharaja di Candi, namun ia merasa bukan keturunan raja,
maka iapun mencari raja. Pada saat
sebelum wafat, ia berwasiayat agar sepeninggalnya nanti kedua puteranya bertapa brata untuk dapat menemukan seorang yang dapat dijadikan
raja negri Dipa. Usahanya berhasil,
Lambumangkurat mendapatkan seorang puteri Junjung Buih, kemudian dinobatkan
sebagai raja, dan Ampu Mandastana serta Lambumangkurat dijadikan penasehat raja.
Putri Junjung
Buih dicarikan suami oleh Lambumangkurat, yaitu putera raja Majapahit bernama
Raden Putera atau Raden Surianata. Setelah diadakan perkawinan, maka Raden
Putera kemudian dinobatkan sebagai raja Negeri Dipa. Hasil perkawinan Putri
Junjung Buih dengan Raden Putera menghasilkan dua anak yaitu Raden Suria Gangga
wangsa dan adiknya bernama Raden Sui Wangsa. Setelah raja dan isterinya wafat,
maka diangkatlah Raden Suria Gangga Wangsa yang masih bujang itu dinobatkan
menjadi raja di Kerajaan Dipa. Raja
Suria Gangga Wangsa kemudian dikawinkan dengan anak Lambumangkurat
bernama Puteri Kuripan. Dari perkawinan itu menghasilkan dua orang puteri
bernama Puteri Kalarang, dan adiknya bernama Puteri Kalungsu. Puteri Kalarang kemudian dikawinkan dengan
Raden Suria Wangsa, menurunkan seorang anak laki-laki diberi nama Raden Carang
Lalewan. Raden Cawang Lalewan dikawinkan dengan Puteri Kalungsu.
Setelah Raja R.
Suria Gangga Wangsa dan R. Suria Wangsa wafat, maka Raden Carang Lalewan
dinobatkan sebagai raja Negeri Dipa, setelah raja ini wafat digantikan oleh Raden Saria Kaburangan ( nama lain
Sekarsungsang atau Raden Mas Lalana ).
Setelah jadi raja, maka Raden Saria Kaburangan memindahkan kerajaanya
ke Muara
Ulak. Lambumangkurat dan Puteri Kalungsu wafat, digantikan oleh Aria
Tranggana ( anak Aria Magatsari ). Pengganti Raja R. Saria Kaburangan adalah
puteranya yaitu Raden Sukarami sebagai Raja Negeri Daha.. Raja ini punya 4
orang putera dan seorang puteri. Nama anaknya itu masing adalah, Raden Paksa ( P. Mangkubumi ), Raden Panjang
( P. Tomonggong ), Raden Bali ( P. Bagalang ), dan Raden Mambang (P. Jaya
Dewa), sedangkan yang puteri bernama Puteri Galuh. Puteri Galuh setelah nikah
dengan R. Sasteramalopa punya anak laki-laki yaitu bernama Raden Samudera. Wasiat dari Maharaja Sukarami bila wafat
penggantinya adalah cucunya dari anak perempuannya ( Puteri Galuh ) yaitu Raden
Samudera. Keputusan itu diprotes oleh
ketiga anak lelakinya, sehingga terjadi
kemelut. Raden Samudera berhasil diselamatkan dengan diasingkan sementara.
Adapun yang menjalankan pemerintahan di Negeri daha adalah P. Mangkubumi dan P.
Tomonggong, sedangkan Pangeran Balangan pindah ke daerah Brangas besama 2000
pengikutnya. Setelah P. Mangkubumi terbunuh, maka P. Tomonggonglah bertahta
menjadi raja Daha, kemudian puteranya bernama Raden Bagawan dikawinkan dengan
Puteri Dayang Saribulan ( anak Pangeran mangkubumi ).
Pergembaraan Raden Samudera sampai ke daerah Banjar, bertemu dengan seorang Patih
bernama Patih Masih. Patih Masih
sangat faham akan siapa Raden Samudera, kemudian ia dinobatkan sebagai Raja Banjar, dengan gelar Pangeran Samudera (
pendiri Kerajaan Banjarmasin ). Kerajaan Banjarmasin dalam waktu singkat
menjadi besar, dan berhasil menyaingi kerajaan Daha. Kerajaan Daha di bawah
Pangran Tomonggong kemudian mengerahkan pasukan hendak menyerang Banjarmasin,
namun Pangeran Samudera tahu, dan juga mengrahkan pasukan di Bandar Muara
Bahan. Sebagai persiapan perang, P. Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak.
Sultan Demak dengan senanghati menyanggupi dan mengirim bantuan militer, namun
dengan perjanjian agar Pangeran Samudera dan rakyatnya masuk agama Islam.
Setelah perang berakhir, Pangeran Tomonggong pun menyerahkan Negeri Daha pada
Pangeran Samudera, kemudian penduduk Banjar dan Daha pun diIslamkan, di bawah
Maharaja Banjar, Pangeran Samudera bergelar Sultan Suriansyah. Adapun Pangeran
Tomonggong diberi tempat yang layak pula, yaitu di Batang Alay.
Sultan Suriansyah
mempunyai 2 orang anak laki-laki, yaitu
yang tua bernama Sultan Rahmatollah ( yang kemudian menggantikan ayahnya
senagai raja Banjarmasin), sedangkan yang muda bernama bernama Pangeran Anum
dengan julukan Pangeran Dahangsana..
Setelah Sultan
Rahmatullah wafat, maka digantikan puteranya bernama Sultan Hidayatollah, raja
inilah yang kemudian menurunkan beberapa putera, di antaranya menurunkan
raja-raja di Kotawaringin.
KERAJAAN KOTAWARINGIN
Raja Kerajaan
Banjar bernama Sultan Mustaillah, memiliki
4 orang putera dan seorang puteri, yaitu
Pangeran Adipati
Tuha, yang menggantikan ayahnya menjadi raja Kerajaan Banjar, bergelar Sultan
Innayatullah; Pangeran Adipati Anum; Pangran Antasari; Pangeran Adipati Antakusuma;
dan Puteri Ratu Ayu.
Pada saat akan
pergantian raja, terjadi persaingan antara
Pangeran Adipati Tuha dengan Pangeran Adipati Antakasuma. Namun
persaingan itu dapat diselesaikan dengan perundingan. Pangeran Adipati
Antakasuma dengan jiwa besar merelakan Kerajaan Banjar diperintah oleh kakaknya
yaitu Pangeran Adipati Tuha, sedangkan ia sendiri mohon diri untuk pergi
mendirikan kerajaan baru di daerah lain. Pangeran Adipati Tuha merestui
kehendak adiknya, dan membatu menyiapkan perlengkapan perang, sandang, dan
bekal untuk perjalanan yang jauh. Pangeran Adipati Tuha pun mendo’akan dan
memberikan harapan sukses pada Pangeran Adipati Antakasuma dalam membangun
kerajaan baru.
Rombongan Pangeran Adipati Antakasuma berangkat dengan menggunakan perahu menuju ke
arah barat. Daerah-daerah yang disinggahai antara lain Sebangau, Mendawai, Sampit, Kampung Pembuang,
Rantau Pulut, dilanjutkan dengan jalan darat sampailah ke daerah Pandau yang
didiami oleh Suku Daya Arut. Terjadilah perundingan antara Suku Daya Arut
dengan Pangeran Adipati Antakasuma, yang akhirnya terjadi saling pengertian dan
persahabatan ( dengan pengorbanan di kedua belah pihak pada Batu Petahan di Pandau . Suku Daya Arut membantu dan mendukung usaha Pangeran
Adipati Antakasuma beserta rombongannya. Setelah itu keduanya menyatu, dan mencari
daerah baik untuk didirikan kota kerajaan.
Sampailah di daerah Tanjung Pangkalan Batu, yang diyakini sebagai daerah
terbaik, dan akhirnya mulai membangun perumahan di atas air, yaitu Lanting.
Pada waktu membangun lanting itu, lahirlah puteri pangeran, yang kemudian
dinamai Puteri Lanting. ( Hikayat Banjar dan Kotaringin. 143 – 153 )
Kerajaan
Kotawaringin didirikan pada tahun 1679
di daerah Kotawaringin Barat saat ini ( sumber: Mengenal Kabupaten Kotawaringin Barat,
hlm.17 ). Adapun raja pertamanya adalah Pangeran
Adipati Antakasuma bergelar Sultan
Pangeran Adipati Antakesuma, yang kemudian setelah wafat dikenal dengan
nama Ratu Kotawaringin. Sultan
pertama ini beristeri Puteri Bekorong (anak Jendral Laut Armada Bargota bangsa
Portugis) dan Isteri keduanya adalah Dayang Ruai atau Puteri Sari Banun anak
dari Demung Silam Kutaringin yang bergelar Kyai Gedhe. Pada masa tuanya
Pangeran Adipati Antakasuma ini bermukim di Kerajaan Banjarmasin hingga akhir hayatnya,
kemudian dimakamkan di Quin Banjarmasin.
Putera Mahkotanya
adalah salah satu anak dari isteri pertama yaitu Puteri Bekorong yang bernama Pangeran Amas atau Pangeran Mas Dipati dinobatkan sebagai raja yang ke 2 Kerajaan Kotaringin. Pemerintahannya
berjalan lancar tiada gangguan. Setelah Pangeran Amas wafat, dimakamkan di
Kotaringin, meninggalkan dua orang isteri yaitu Puteri Galuh Hasanah anak dari
Pangeran Adipati Tapa Sana, dan lainnya adalah Puteri Kancip cucu Patih Batang
Tapin –Lamandau. Adapun penggantinya sebagai raja yang ke 3 Kerajaan Kotawaringin ada informasi nama yang berbeda, yaitu menurut
buku Mengenal
Kabupaten Kotawaringin Barat, dituliskan nama pengganti Pangeran Amas
adalah Pangeran Prabu. Akan tetapi,
pada sebagian besar sumber yang lain (dari kerabat kerajaan ) dan juga sumber
dari Silsilah
Kekerabatan dinyatakan bahwa
pengganti Pangeran Amas adalah Pangeran Anum, sedangkan dari sumber
Hikayat
Banjar disebutkan bahwa raja ke 3 adalah Panambahan Kotaringin. Dalam Hikayat Banjar, dijelaskan bahwa
nama Panembahan Kotaringin sebagai gelar Pangeran Anum ketika jadi raja..
Setelah dipertimbangkan kekuatan sumber yang digunakan, maka kecenderungan kuat,
memang Pangeran Anum sebagai raja yang 3
Kerajaan Kotawaringin bergelar Sultan Pangeran Panembahan Anum ( adalah
anak Sultan Pangeran Mas Dipati dengan isteri Puteri Galuh Hasanah puteri dari
Pangeran Adipati Tapa Sana). Sultan Pangeran Panembahan Anum mumpunyai dua
isteri, yaitu Puteri Nurmalasari anak dari Sultan Tahlillullah Banjarmasin, dan
Puteri Campa anak dari Tengku Ahmad Barnabas dari kerajaan Terengganu. Adapun
Pangeran Prabu dalam berbagai sumber silsilah ditempatkan sebagai raja yang ke
4 di Kotawaringin.
Setelah Pageran
Anum wafat, sebagai penggantinya diangkat adalah Pangeran Prabu sebagai raja Kotaringin yang ke 4, adalah putera Sultan Pangeran Panembahan Anum dengan isterinya yang
bernama Puteri Nurmalasari. Sultan Pangeran Prabu mempunyai dua isteri, yaitu
Puteri Jematan anak Patih Mas Macan dari tanjung Beringin Lamandau, dan Puteri
Kuncup anak Patih karang Batu dari Pagatan Mendawai. Setelah Pangeran Prabu
wafat, maka yang dinobatkan sebagai raja Kerajaan Kotaringin adalah Pangeran Adipati Muda (menurut buku Mengenal
Kabupaten Kotawaringin Barat),
namun dari sebagian besar sumber disebutkan nama Pangeran Adipati Tuha sebagai raja yang ke 5. Dalam Hikayat Banjar disebutkan hal yang
sama bahwa nama Pangeran Dipati Tuah
sebagai raja yang ke 5. Oleh karena sumber yang menyebut nama Pangeran
Adipati Tuha atau Tuah lebih banyak dan lebih kuat, maka dapat disimpulkan
bahwa Pangeran Adipati Tuha lah
sebagai raja Kotaringin yang ke 5, bergelar Sultan Pangeran Adipati Tuha (
adalah putera Sultan pangeran Perabu dengan isterinya bernama Puteri Jematan ).
Sultan Pangeran Adipati Tuha beristeri satu yaitu Puteri Ratu Mangkurat anak
dari Pangeran Purbaya dan cucu dari raja banjarmasin Sultan Tamjidillah.
Setelah Pangeran
Adipati Tuha wafat dimakamkan di Kotaringin,
sebagai penggati raja adalah Pangeran
Panghulu, kemudian diangkatlah sebagai sultan yang ke 6 Kerajaan Kotaringin yang bergelar Sultan Pangeran Penghulu ( 1711 – 1727 ). Setelah Sultan Panghulu wafat dan dimakamkan
di Kotaringin, maka diangkatlah puteranya yang bernama Pangeran Ratu Begawan sebagai sultan Kotawaringin yang ke 7 bergelar Sultan Balladuddin ( 1727 – 1761
). Pada masa pemerintahan Pangeran Ratu Begawan atau Sultan Balladuddin,
Kerajaan Kotaringin dikenal mencapai zaman
keemasannya. Ia mempunyai seorang isteri bernama Puteri Amaliah. Setelah sultan wafat, maka diangkatlah salah
seorang puteranya bernama Pangeran Ratu
Anum Kesumayudha ( Gusti Musaddam ) sebagai sultan ke 8 Kerajaan Kotawaringin bergelar Sultan Ratu Anum Kesuma Juda ( 1767-1805
). Sultan ini beristeri dua, yaitu Puteri Nursani dan Ratu Syarifah anak
dari Syeikh Abubakar al Habsyi. Sepeninggal Pangeran Ratu Anum Kesumayudha,
diangkatlah puteranya dari isteri Puteri Nursani yang bernama Pangeran Ratu Imanuddin ( Muhammad
Imanuddin ) sebagai sultan yang ke 9
bergelar Sultan Pangeran Ratu Muhammad Imanuddin (1805 – 1841 ). Sultan ini punya empat isteri,
di antaranya puteri anak Sultan Mansyur dari kerajaan Siak Indrapura, bernama Tengku
Dara, yang kemudian bergelar Ratu Agung, sedangkan isteri yang lainnya adalah
Ratu Puteri anak Pangeran Dipati Tapa Laksana, Ratu Nyai Jaminalh ( Ratu
Ratnawilis anak Dambung Reksa Mancanegara Laman Mendomay dari Sungai kapuas ),
dan Sun Bek Niu ( Ratu Nyai Joget anak Panglima Wang Kang ). Pada pemerintahan Sultan Pangeran Ratu Imanuddin,
kraton Kerajaan Kotaringin dipindahkan ke
Sukabumi, yang kemudian dikenal dengan Pangkalan Buun.
Pada tahun 1841
Sultan Pangeran Ratu Imanuddin wafat, dikebumikan di Makam Kuta Batu Pangkalan
Buun. Adapun penggantinya yang diangkat sebagai sultan ke 10 adalah Pangeran Ratu
Ahmad Hermansyah ( anak dari istrinya yang bernama Ratu Puteri sebagai ibu
Suri ), yang bergelar Sultan Ahmad Hermansyah, berkuasa sejak
tahun 1841 – 1867 di Pangkalan Buun. Sultan ini beristeri Ratu Puteri
Kemalasari, Gusti Onot ( cucu Sultan Sulaiman Banjarmasin ), dan Nyai Ratu
Besar Cina ( dari Kelantan ). Setelah
sultan ini wafat, putera mahkota yaitu Gusti
Muhammad Sanusi atau Gusti Anum Kesuma Yuda ( anak dari Ratu Puteri
Kemalasari ) masih kanak-kanan, maka diangkatlah pamannya yaitu Pangeran Paku Syukma Negara ( anak
Sultan Imanuddin dengan isteri Ratu Nyai
Jaminah ) sebagai sultan yang ke 11,
bergelar Sultan Pangeran Paku Syukma Negara. Setelah menjabat selama 5
tahun, dan kemenakannya sudah dewasa, maka tahta kerajaan diserahkan kepada
kemenakannya. Dengan demikian, maka Gusti
Anum Kesuma Yuda naik tahta sebagai raja yang ke 12 bergelar Sultan Anum Kesuma Yuda.
Sultan yang ke 12 ini punya isteri bernama Ratu Agung anak dari
pangeran Tumenggung. Oleh karena keturunan langsungnya hanya dua orang perempuan, yaitu Ratu Kuning dan Ratu Intan, maka
terjadilah permasalahan di Kerajaan Kotaringi, sebab menurut Qanun Kuntara,
yang berhak menjadi raja adalah laki-laki. Oleh karena itu, sebelum wafat, Sultan Pangeran Anum
Kusumayuda berwasiyat, bahwa untuk penggantinya ditunjuk cucunya bernama Pangeran
Hermansyah ( anak dari Puteri Ratu Kuning). Wasiyat ini juga telah disampaikan pada
Gubernur Jendral Belanda di Batavia, dan
kepada Residen Belanda di Pangkalan Buun. Namun, setelah sultan wafat,
terjadilah peristiwa antara adik-adik sultan dengan para menteri dan keamanan
kraton, yang tetap berpegang pada wasiat almarhun Sultan Pangeran Ratu Anum
Kasumayudha, yaitu tahta kerajaan akan diserahkan kepada Pangeran Hermansyah ( yang pada waktu itu
masih kanak-kanak ). Masing-masing saling menjaga agar konflik ini tidak sampai
terjadi pertumpahan darah, maka pihak adik-adik sultan yang menginginkan tahta
berusaha menggunakan strategi minta bantuan ke Negeri Jepang ( sebagai saingan
Belanda dan diharapkan yang akan memiliki kekuatan di Asia Timur Raya ). Dari
pihak yang menjaga wasiat sultan, kemudian untuk sementara mengangkat pejabat
kerajaan ( wali dari sultan ), menurut adat adalah Pangeran Adipati Mangkunegara yang kemudian bergelar Pangeran
Mangkubumi. Untuk mencari penyelesaian konflik ini, berangkatlah Pangeran
Mangkubumi ke Banjarmasin berhasil menghubungi pihak Belanda, sehingga Belanda
mengutus Van Duve sebagai Kontroler Sampit untuk menjadi penengah di Kotaringin.
Namun, Residen Belanda mengambil
kebijakan dengan mengumumkan, bahwa Gouvernement Belanda sekarang hanya
mengenal keturunan dari Sultan Pangeran Ratu Imanudin saja. Oleh karena itulah
pihak Belanda mengambil sumpah dan melantik Pangeran Paku Negara sebagai sultan Kerajaan Kotaringin dengan
gelar Sultan Pangeran Paku Syukma Negara,
sebagai sultan yang ke 12 ( sumber:
JU Lontaan dan GM Sanusi, Mengenal Kabupaten Kotawaringin Barat.,
hlm. 37 ). Dengan demikian, maka Pangeran Paku Negara dua kali naik tahta
Kerajaan Kutaringin, sehingga tahta yang terakhir ini adalah sebagai Sulta Kutaringin yang ke 13, bergelar sama
ketika menjabat sultan yang ke 11, yaitu Sultan Pangeran Paku Syukma Negara.
ngelantur,,, gara2 jepang dan belanda, coba anda cari keturunan lurus yg sebenarnya,, mulai dari sultan ke 10
BalasHapusKalau mau lurus ,mulai dari Sultan Bajjar Ke IV , KDYMM Sultan Musta'in Billah Ibni al-Marhum Sultan Hidayatullah I , tanggung dari sultan ke 10
HapusKalo cari keturunan lurus bukan dari sultan ke 10 pak,harus dari juriat raja banjar kalo handak pas tu,jadi jangan memvonis sumber nya ngelantur
BalasHapussangat lengkap infonya kak
BalasHapusweb oriflame indonesia
Catatan : Semua Sultan Sultan Kotawaringin apabila berada di Banjarmasin , hanya boleh bergelar Pangeran atau pangeran Ratu, tdk boleh bergelar Sultan , gelar Sultan hanya utk Sultan di Kerajaan Induknya yaitu Kesultanan Banjar Darul Ehsan di Banjarmasin , kecuali berhubungan dgn kerajaan selain Banjar boleh nergelar sultan.
BalasHapus