PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN MEMORY KOLEKTIF DAN
KAJIAN SEJARAH DALAM PROSES PEMBELAJARAN
SEJARAH
Oleh :
Ahmad
Adaby Darban
Dari Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
Yogyakarta, Indonesia.
I
Memori kolektif
tidak dapat dipisahkan dengan sejarah Lisan, yang didalamnya terdapat penuturan
lisan dari para pelaku atau penyaksi suatu peristiwa sejarah tertentu. Dalam
memburu sumber lisan para sejarawan akan “berpacu dengan Malaikat”, sebab para
sumber lisan memiliki keterbatasan umur dalam kehidupannya, dibandingkan dengan
sumber sejarah lainnya, seperti arsip, prasasti, lontara, dan sebagainya.
Sumber lisan tidaklah terbatas pada kelompok masyarakat yang berada di lokasi
tertentu, namun juga pelisan dapat menjadi sumber lisan dalam peristiwa sejarah
yang lingkupnya nasional, dalam hal ini tergantung pada kapasitas tokoh yang
menjadi sumber lisan.
Dalam rangka menyelematkan informasi
dari memori sumber lisan, maka sangat diperlukan adanya usaha mengumpulkan dan
mengkoleksi informasi lisan tentang peristiwa sejarah sebanyak-banyaknya, atau
semaksimal mungkin. Dengan demikian, khususnya untuk sumber sejarah Indonesia
Kontemporer akan lebih kaya, dan memiliki wawasan perbandingan sumber yang
lebih banyak dan akurat. Untuk kepentingan ini, maka diperlukan adanya
sosialisasi pendalaman metode dan praktek Sejarah Lisan, baik bagi para dosen
maupun para mahasiswa sejarah dan peminat sejarah. Seperti halnya yang telah
dilakukan oleh Arsip Nasional RI beberapa tahun yang lalu, perlu diteruskan,
bahkan lebih dikembangkan pada saat ini.
Selain memburu sumber lisan untuk
keperluan Sejarah Lisan dan lebih lanjut dapat digunakan bagi para
peneliti/penulis sejarah, juga sangat diperlukan adanya Sosialisasi Memori
Kolektif para sumber lisan kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda,
para pelajar, dan mahasiswa. Adapun media untuk sosialisasi itu, antara lain sering
diadakan “Temu Pelaku dan Penyaksi Sejarah dengan Generasi Muda dan Masyarakat
Luas”. Aktivitas ini perlu ditangani oleh para sejarawan (MSI dan bekerjasama
dengan lembaga-lembag lain.
Pada bagian pertama makalah ini akan
diperkaya dengan proses memburu sumber lisan, mengkritisi sumber lisan dan
informasinya, transkripsi, sampai dengan penyimpanan dan pelayanan bagi
peneliti yang akan menggunakan hasil Sejarah Lisan.
II
Memori
kolektif yang sengaja disusun sebagai “Buku Ajar” di sekolah-sekolah memiliki
peran yang penting baik bagi pendidikan dan sosialisasi sejarah bagi generasi
muda. Sebagai buku ajar, memori kolektif sebaiknya dibagi menjadi dua bentuk:
bentuk pertama “Buku Ajar yang mengajarkan Sejarah sebagai Ilmu Sejarah”, dan
bentuk yang kedua “Buku Ajar Sejarah dalam rangka Pendidikan Nation Building
dan Character Building”.
Bentuk
buku ajar yang pertama adalah murni menyajikan Ilmu Sejarah, dalam arti
membelajarkan keilmuan sejarah secara substansial, dengan penjelasan keilmuan.
Dalam membelajarkan sejarah pada bagian ini tentu saja menggunakan Historical
Explanation secara ilmiah, diupayakan bersih dari tujuan/muatan lain selain
ilmu sejarah yang dipelajari.
Bentuk buku ajar yang kedua adalah
menyajikan Sejarah sebagai alat dalam rangka membangun karakter dan semangat
nasionalisme. Dalam pelaksanaan pembelajaran sejarah pada bentuk ini bermuatan
“agar para siswa yang mempelajari sejarah dapat tumbuh jiwa semangat kebangsaan
dan cinta tanah air”.
Sebenarnya dengan bentuk buku ajar
yang pertama, para siswa sudah cukup dapat mengetahui dan memahami Sejarah,
dari peristiwa satu ke peristiwa lainnya, dengan sendirinya dapat pula
mengambil ajaran yang tersirat dalam setiap peristiwa secara jernih. Namun,
masih juga banyak pendapat masih diperlukan bentuk buku yang kedua, yaitu
mengandung muatan pembentukan karakter kebangsaan. Hal ini dapat dilakukan
asalkan muatan-muatan itu tidak mengaburkan makna peristiwa sejarah itu
sendiri, dan tidak membelenggu berfikir, serta tidak bernuansa pesan sponsor dari
penguasa.
Dengan demikian, maka mata pelajaran
sejarah di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah lanjutan (SMU/SMK)
perlu diajarkan dua mata pelajaran sejarah yang memiliki target yang berbeda.
Dalam hal ini diharapkan para peserta didik akan lebih mengetahui, memahami,
dan dapat membedakan tentang Ilmu Sejarah dan Sejarah sebagai pembentuk
karakter.
Selain perbedaan bentuk buku ajar, juga perlu
dibedakan ketika menjelaskan peristiwa menurut jenjang studinya. Oleh karena
itu peranan Guru Sejarah sangat penting dalam menjelaskan sejarah kepada para
siswanya. Sebagai contoh, pendidikan sejarah untuk Sekolah Dasar (SD), sejarah
dapat diajarkan dengan pendekatan estetis. Untuk Sekolah Menengah (SLTP),
sejarah dapat diajarkan dengan pendekatan Etis. Untuk siswa tingkat SLTA,
sejarah dapat diajarkan dengan pendekatan kritis. Mulai di Perguruan Tinggi,
sejarah diajarkan secara akademik (Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah,
1995).
III
Pada bagian ini akan
diungkapkan pengalaman lapangan dalam berdialog dengan para Guru Sejarah di SD,
SLTP, SLTA di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam hal ini MSI Yogyakarta dalam
programnya mengadakan “Silaturahmi dengan Guru-Guru Sejarah”, dari pengalaman
ini dapat dicatat beberapa problematika pembelajaran sejarah, antara lain:
- Adanya perasaan terbelenggu bagi guru dalam mengajarkan sejarah
- Adanya ketakutan para guru untuk mengembangkan wawasan sejarah kepada muridnya
- Dilematis menghadapi siswa yang kritis terhadap sejarah (informasi di luar buku teks sejarah), sedangkan guru kurang merdeka menjalankan materi pelajaran dari luar buku teks.
Di samping tiga problematika di atas, dapat
diamati pula bahwa aktualisasi guru sejarah dalam memberikan pelajaran sejarah
dirasa banyak yang masih kurang komunikatif dan menyenangkan siswanya. Hal ini
setelah diteliti, ternyata lebih dari 50 % guru sejarah bukan hasil dari
lulusan PGSM Sejarah.
Apabila menginginkan
pembelajaran sejarah lebih meningkat ke arah pengetahuan dan pemahaman yang
sebenarnya, maka diperlukan beberapa usaha untuk membenahinya, sesuai problem
yang menimpa para guru sejarah dan penulis buku ajar sejarah.
IV
Pada bagian ini
adalah kesimpulan dari seluruh tulisan, yaitu antara lain:
- Sejarah Lisan perlu digiatkan dan juga disosialisasikan.
- Buku Ajar Sejarah perlu ditinjau kembali, dan dibedakan antara buku ajar Ilmu Sejarah dan Sejarah dalam arti untuk membentuk karakter bangsa.
- Diperlukan penyegaran guru-guru sejarah.
Daftar Pustaka
Baum, Willa, K.,
Oral History for the Local Historical Society. California: Confrence of
California Historical Societies, 1969
Davis, Cullom,
et al., Oral History: From Tape to Type. Chicago: American Library
Association, 1977.
Hoopes, James, Oral
History: An Introduction for Students. California: The University og North
California Press, 1980.
Humaniora, No. IV-Th. 1997 Artikel A. Adaby Darban, “Sejarah Lisan Memburu
Sumber Sejarah dari Para Pelaku dan Penyaksi Sejarah”.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 018-Th. Ke 5, 09-1999. Artikel A.
Adaby Darban, “Strategi Penyempurnaan Kurikulum Sejarah Untuk SD-SLTP-dan SMU”.
Abstrak Makalah / Paper untuk :
“National Seminar on History and Historiography”
“UNDERSTANDING THE PAST; STRENGTHENING THE
FUTURE “
Department of History
University Brunei Daarussalaam
Bandar togel Hongkong
BalasHapusAyo segera
Agen TOGEL 4DPOIN,Online Terpercaya.
Minimal Deposit Dan Withdraw 20.000
Keterangan Lebih Lanjut, Anda Bisa Hubungi Disini.
★ Pin BBM : D1A279B6
★ Pin BBM : 7B83E334
★ Whatsapp : +85598291698
★ Skype : Poin.4D
★ Line : +85598291698